KONEKSI ANTAR MATERI 2.3
COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
Penulis : Rumani Dyah Candrawati
SMKS KARTINI BATAM
Calon Guru Penggerak Angkatan 10
===========================================================================
Koneksi antar materi merupakan salah satu Tugas Calon Guru Penggerak untuk mengetahui pemahaman dan hubungan antara materi yang saat ini dipelajari dengan materi yang sebelumnya. 
Pada Modul 2.3, Koneksi antar Materi membahas tentang Coaching untuk Supervisi Akademik dan hubungannya dengan materi sebelumnya.
Pada Modul 2.3, Koneksi antar Materi membahas tentang Coaching untuk Supervisi Akademik dan hubungannya dengan materi sebelumnya.
Secara Umum, COACHING merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach menfasilitasi peningkatan  pada performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi pada coachee (Grant, 1999), atau kunci pembuka bagi sesorang untuk memaksimalkan kinerjanya (Whitmore, 2003). 
Dalam konteks pendidikan, COACHING selaras dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah "menuntun", sehingga keterampilan coaching perlu dimiliki pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia dan masyarakat. Proses coaching sebagai bentuk komunikasi antara Guru dan murid dimana murid diberikan kebebasan untuk menemukan kekuatannya, dan guru / pendidik sebagai "pamong" memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya. 
Dalam relasi guru dan guru, coach membantu coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran, hal ini dilakukan pada Supervisi Akademik. 
Selain Coaching, ada beberapa pengembangan diri yang dimiliki dan dipahami: 
- Mentoring, yaitu proses dimana guru, pelindung atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu sesorang dalam mengatasi kesulitan dan bahaya (Stone, 2002)
 - Konseling, yaitu hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan mengambil keputusan (Gibson & Mitchell. 2003) atau rangkaian kontak/hubungan langsung dangan individu yang tujuannya untuk memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah laku (Rogers, 1942)
 - Fasilitasi, yaitu proses dimana seseorang dapat diterima oleh selurih anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tifak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara - cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan untuk meningkatkan efektivitas kelompok tersebut
 - Training, yaitu usaha yang terencana untuk menfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaiatan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku para pegawai (Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright, 2003)
 
Paradigma berpikir Coaching
Untuk mengembangkan kompetensi rekan sejawat dan menjadi otonom, maka ada beberapa paradigma Coaching yang harus dipahami, yaitu:
- Fokus pada Coachee / rekan yang dikembangkan. Coach fokus terhadap topik yang dibawa oleh rekan sejawat, dapat membawa kemajuan pada mereka sesuai dengan keinginan mereka
 - Bersikap terbuka dan ingin tahu. Yang berarti tidak menghakimi, melabel, berasumsi atau menganalisi pemikiran orang lain, mampu menerima permikiran orang lain dengan tenang / tidak emosional, serta menunjukka rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang membuat orang lain berfikiran tertentu
 - Memiliki kesadaran yang kuat. Coach mampu menangkap adanya emosi/ energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dalam diri maupun dari rekan kita
 - Mampu melihat peluang baru dan masa depan. Dalam kegiatan coaching mampu mendorong seseorang untuk fokus masa depan, serta fokus pada solusi dan bukan pada masalah
 
Prinsip Coaching
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi client agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional Coachee.
Beberapa prinsip Coaching, antara lain:
- Kemitraan. dalam Coaching, antara coach dan coachee adalah setara, tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan denan membengun rasa percaya diri kita saat mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua/ senior serta menumbuhkan rasa rendah diri saat mengembangkan rekan yang lebih muda / junior/ pengalamam lebih sedikit
 - Proses Kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan percakapan dua arah, memicu proses berfikir coachee serta memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide baru.
 - Memaksimalkan Potensi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengakhiri percakapan coaching dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, serta kesimpulan yang dikemukakan oleh rekan yang sedang dikembangkan
 
Dalam SUPERVISI AKADEMIK, prinsip dan paradigma Coaching ini dapat dilakukan untuk mengembangkan kompetensi guru yang bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Supervisi Akademik dilakukan selain untuk mengevaluasi juga memberdayakan guru yang dapat dilakukan dengan cara coaching, kolaborasi, konsultasi, evaluasi yang interaksinya bergantung pada tujuan yang diharapkan (Costa & Garmston, 2016). Perbedaan cara tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Kompetensi Coaching
Dalam melaksanakan coaching, kompetensi inti yang harus dipahami dan diterapkan adalah sebagai berikut:- Kehadiran penuh, yaitu kemaampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, dimana badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan coaching agar coach selalu fokus untuk bersikap terbuka, sabar, dan ingin tahu lebih banyak tentang coachee
 - Mendengarkan aktif. Artinya coach akan lebih banyak mendengarkan dan lebih sedikit berbicara.
 - Mengajukan pertanyaan berbobot, yang berarti coach diharapkan dapat memberikan pertanyaan yang dapat menggugah sesorang untuk berfikir dan menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal - hal yang mungkin tidak terfikir sebelumnya, mengungkapkan emosi, dan mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi
 
Referensi yang bisa digunakan untuk mengajukan pertayaan berbobot setelah mendengarkan aktif adalah mendengarkan dengan RASA. 
- R (Receive / Terima). Menerima/ mendengarkan semua informasi yang disampaikan oleh coachee.
 - A (Apreciate / Apresiasi). memberikan apresiasi dengan merespon / memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coache. Hal ini bisa dilakukan dengan anggukan, kontak mata atau melontarkan kata "oh....", "ya...")
 - S (Sumarize / Merangkum). membuat rangkuman setelah coachee selesai bercerita untuk memastikan pemahaman kita sama
 - A ( Ask/ Tanya). Memberikan pertanyaan berbobot
 
Percakapan Coaching dengan Alur TIRTA
Alur TIRTA dikembangkan dari GROW model yang memuat beberapa tahapan yaitu:
- Goal (Tujuan), mengetahui tujuan yang hendak dicapai oleh coachee dari sesi coaching yang dilaksanakan
 - Reality ( Hal - Hal yang nyata), merupakan proses menggali semua hal yang terjadi pada coachee
 - Options (Pilihan), dimana coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemiiran selama sesi coaching yang akan dijadikan suatu rencana aksi
 - Will (Keinginan untuk maju) yang merupakan bentuk komitmen coachee dalam mebuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya
 
Tahapan ini diadopsi dalam alur TIRTA yang terdiri dari T (Tujuan), I (Identifikasi) & R (Rencana), TA (Tanggung jawab).
Pada pendidikan Guru Penggerak, penerapan alur TIRTA dilakukan pada Demonstrasi Kontekstual Modul 2.3
Pemikiran Reflektif terkait Pengalaman Belajar
Emosi yang dirasakan terkait Pengalaman Belajar- Coaching adalah kompetensi yang harus dipahami dan bisa diterapkan oleh guru pada saat mengembangkan kompetensi rekan sejawat dalam SUpervisi Akademik ataupun murid dalam bimbingan pada proses pembelajaran. Dan saya merasa senang serta temotivasi untuk dapat memdalaminya agar dapat diterapkan di sekolah.
 - Di awal pembelajaran, ada perasaan cemas dan bingung untuk bagaimana langkah awal dalam memehaminya. Namun dengan kolaborasi / kerjasama dengan sesama CGP dalam Demonstrasi Kontekstual, maka saya menjadi bersemangat kembali. Saya yakin bahwa Kemampuan ini akan lebih terasah jika saya bisa sering mempraktekannya di sekolah baik bersama rekan guru atau menerapkannya dengan murid
 
apa yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan dirinya dalam proses belajar 
Pada kegiatan Ruang Kolaborasi dan demonstrasi Kontekstual, saya bersama teman CGP mencoba melaksanakan sesi Coaching , dan beberapa hal yang sudah dilakukan dengan baik adalah:
- sudah menerapkan alur TIRTA pada sesi coaching, mulai dari menanyakan tujuan pertemuan pada coachee, mengidentifikasi permasalahan, potensi, kekuatan, dan rencana aksi yang akan dijalankan, serta komitmen coachee sebagai tanggungjawab dalam pelaksanaan rencana aksi
 - dapat melatih da mengembangkan kompetensi coaching ( kehadiran penuh, mendengarkan dengan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot)
 - mendengarkan dengan RASA
 
beberapa hal yang perlu diperbaiki pada saat berlatih coaching, antara lain:
- merancang sesi coaching dengan lebih terstruktur dan lebih kreatif sesuai dengan prinsip coaching
 - dalam sesi coaching yang dilaksanakan, saya merasa masih belum membimbing coache untuk memunculkan potensinya secara maksimal
 - berlatih lagi untuk lebih fokus pada coachee (kehadiran penuh)
 
 keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
Materi ini memberikan pengetahuan yang lebih dalam meningkatkan kompetensi saya sebagai seorang pendidik dan pemimpin pembelajaran. 
Sebagai pendidik dimana saya harus mampu menuntun siswa saya sesuai dengan kodrat / potensinya. Dan sebagai pemimpin pembelajaran, juga membantu saya dalam kegiatan Supervisi Akademik untuk mengevaluasi dan memberdayakan dan meningkatkan kompetensi profesional rekan sejawat untuk perbaikan kualitas pada proses pembelajaran
Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
Bagaimana cara menerapkan teknik Coaching dalam Supervisi Akademik?
Supervisi akademik merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan di sekolah untuk mengevaluasi proses pembelajaran di kelas. Dalam supervisi ini, selain mengevaluasi, diharapkan juga untuk memberdayakan potensi guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran. 
Untuk menerapkan Coaching pada supervisi akademik, dapat dilakukan dengan ALUR TIRTA yang dilakukan pada 3 tahap.
Untuk menerapkan Coaching pada supervisi akademik, dapat dilakukan dengan ALUR TIRTA yang dilakukan pada 3 tahap.
- Pra Observasi. Percakapan yang membangun hubungan antara guru dan Supervisor sebagai mitra dalam pengembangan diri
 - Observasi. Kegiatan kunjungan kelas yang dilakukan oleh Supervisor
 - Pasca Observasi. Percakapan antara supervisor dan Guru terkait hasil data observasi, menganalisis data, umpan balik dan rencana pengembangan kompetensi ( bersifat reflektif dan bertujuan untuk perbaikan ke depan)
 
Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan kegiatan Tindak Lanjut Supervisi yang dapat dilakukan dengan kegiatan coahing, kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi serta kegiatan lain dimana guru dapat memiliki ruang untuk melakukan pengembangan diri melalui kegiatan. 
Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
Dalam pembelajaran Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik. Bagaimana saya berlatih berkomunikasi dalam coaching dengan alur TIRTA, memberikan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang saya dengar bersama teman CGP dan guru. 
Awalnya saya berfikir, bahwa dalam pelaksanaan Supervisi Akademik, supervisor hanya mengamati / observasi di kelas dan memberikan evaluasi terhadap proses pembelajara, Namun setelah belajar modo 2.3, saya mendapatkan pemahaman bahwa Supervisi tidak hanya mengevaluasi tetapi juga memberdayakan potensi guru. Dan melalui Coaching, hal ini akan lebih efektif dan mudah tercapai karena bisa membimbing dan menggali potensi Guru lebih maksimal untuk membuat rencana aksi dalam perbaikan dan peningkatan kualitas di pembelajaran
Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)
- Menerapkan coaching dalam supervisi akademik, dimana sebelumnya pada proses akademik supervisor langsung datang ke kelas untuk mengamati proses pembelajaran. Namun sekrang proses supervisi dilakasanakan 3 tahap, yaitu pra obserbasi, observasi dan pasca observasi
 - Kesediaan waktu coaching karena padatnya jadwal mengajar dan guru belum terbiasa dengan teknik coaching, sehingga sulit untuk memastikan guru akan terbuka terdapat coach
 
Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
- melakukan kolaborasi dengan kepala sekolah dan Akademik serta mensosialisasikan tentang pelaksanaan coaching pada kegiatan Supervisi Akademik
 - memanajemen waktu dan memberikan suasana yang nyaman dalam pelaksanaan coaching sehingga guru akan mudah terbuka kepada coach
 
Membuat Keterhubungan
- Pengalaman masa lalu
 
Sebelumnya sebagai guru saya pernah disupervisi oleh Kepala Sekolah maupun Staff Akademik. Namun dalam pelaksanaannya, lebih cenderung ke arah penilaian kinerja Guru di pembelajaran. Tanpa dilakukan pra observasi, observasi dan pasca observasi. Kegiatan setelah observasi adalah proses evaluasi dan masukan dari supervisor, sehingga sebagai guru tidak bisa memunculkan ide dan potensinya
- Penerapan di masa Mendatang
 
Supervisi akademik dilakukan dengan proses yang menyeluruh mulai dari Pra Observasi, Observasi dan Pasca Observasi. Dilakukan dengan pendekatan coaching yang berfokus pada kemitraan, proses kreatif dan memaksimalkan potensi. Sehingga supervisi menjadi lebih bermakna dan memberikan dampak positif bagi pengembangan kompetensi guru dan perbaikan pembelajaran
- Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari
 
Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi telah saya pelajari tentang bagaimana merancang suatu pembelajaran di kelas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, sehingga tercipta pembelajaran berpihak pada murid. Dan pada modul 2.2. dipelajari tentang kompetensi Sosial dan Emosional yang merupakan satu pembelajaran yang tidak bisa diabaikan untuk menciptakan budaya positif di sekolah.
Dengan pembelajaran modul 2.1 dan 2.2, maka pelaksanaan coaching akan lebih efektif dimana coach memperhatikan kebutuhan dan potensi Guru yang akan dikembangkan serta memberhatikan kompetensi sosial dan emosional Coachee.
Dengan pembelajaran modul 2.1 dan 2.2, maka pelaksanaan coaching akan lebih efektif dimana coach memperhatikan kebutuhan dan potensi Guru yang akan dikembangkan serta memberhatikan kompetensi sosial dan emosional Coachee.
- Informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
 
Untuk mempelajari modul 2.3, selain dari materi yang ada di LMS, saya menggali informasi dari internet, informasi dari Guru Penggerak di sekolah, serta kolaborasi dengan rekan - rekan Calon Guru Penggerak
Demikian tulisan saya.
Salam Guru Penggerak ***
Salam Guru Penggerak ***

Komentar
Posting Komentar