KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4
Assalamu'alaikum wr . wb
Pada kesempatan kali ini, saya akan memaparkan Tugas Pendidikan Guru Peggerak Angkatan 10 dari SMKS Kartini Batam. Tugas Koneksi Antar Materi Modul 1.4 tentang BUDAYA POSITIF
Peran Pendidik Dalam Menerapkan Budaya Positif Sekolah
Gambar diatas menunjukkan salah satu kegiatan SMKS Kartini Batam, dimana merupakan salah satu program untuk meningkatkan kecintaan dan kebiasaan siswa dalam membaca yang disebut dengan Gerakan Literasi Sekolah. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai salah satu bentuk upaya untuk menumbuhkan budaya positif di sekolah yang dapat berpengaruh pada pola dan kebiasaan belajar. Selain itu Gerakan Literasi Sekolah mampu mengembangkan kemampuan murid dalam menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Kemampuan literasi siswa sangat berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang akhirnya meningkatkan kemampuan memahami, meneliti, dan menerapkan.
Dari satu contoh ini, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang Pendidik, maka saya memiliki peran untuk ikut aktif mewujudkan budaya Positif di Sekolah, baik dengan mengembangkan kemampuan serta berkolaborasi dengan Guru lain untuk mewujudkannya. Budaya positif tersebut dapat diwujudkan dengan dengan menerapkan konsep - konsep inti dari Disiplin Positif, Motivasi Perilaku Manusia yang berkaitan dengan Hukuman dan Penghargaan, Posisi Kontrol restitusi, Keyakinan Sekolah dan dan penerapan Segitiga Restitusi dalam menyelesaikan masalah.
Pada Koneksi antar materi ini, saya memaparkan tentang konsep - konsep inti tersebut dan kaitannya dengan modul sebelumnya, yaitu Filosofi Ki Hadjar Dewantara, Nilai dan Guru penggerak serta visi Guru Penggerak.
Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan
Disiplin memiliki makna sesuatu yang dilakukan pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Ki Hadjar Dewantaram Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka menerangkan bahwa
"dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka"
yang berarti bahwa untuk mencapai kemerdekaan dalam pendidikan maka syarat yang harus dipenuhi adalah adanya Disiplin , yang berasal dari dalam diri / memiliki motivasi Internal.
Kata merdeka yang beliau ungkapkan, maknanya adalah:
"mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa amandiri priyangga
merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah; akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001 menyatakan bahwa untuk menjadi seoran siswa / pengikut, maka harus memahami betul mengapa mengikuti ajaran / perintah tertentu sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi instrinsik ( berasal dari dalam diri) dan bukan motivasi ekstrinsik.
Dapat disimpulkan, bahwa dengan Disiplin:
- membuat seseorang dapat menggali potensinya untuk suatu tujuan yang dihargai dan bermakna
 - seseorang dapat mengontrol diri, dan menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai
 - bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya, karena segala tindakan berdasar pada nilai - nilai kebajikan
 
Nilai - nilai Kebajikan yang dimaksud adalah nilai - nilai / prinsip - prinsip mulia yang dianut oleh seseorang. Salah satu contoh Nilai Kebajikan di sekolah, adalah yang tertuang pada Profil Pelajar Pancasila.
Sebagai seorang pendidik, maka saya sebagai seorang Guru memiliki peran untuk menumbuhkan motivasi Internal siswa untuk menerapkan Disiplin Positif di sekolah
Teori Motivasi Perilaku Manusia, Hukuman, Penghargaan dan Restitusi
Pada materi ini, saya memahami ada beberapa motivasi yang mendasari setiap perilaku manusia. Menurut Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, ada 3 motivasi yang mendasari Perilaku manusia, antara lain
- Untuk menghindari ketidaknyamanan dan HUkuman. Motivasi ini bersifat eksternal. Dan biasanya, motivasi ini merupakan bentuk untuk menghindari masalah yang mungkin muncul dan berpengaruk secara fisik maupun psikologis, atau tidak terpenuhinya kebutuhan jika tidak melakukan tindakan yang diminta
 - Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Motivasi ini bersifat eksternal. Orang akan melalukan suatu tindakan untuk mendapatkan pujian, imbalan atau hadiah dari orang lain
 - Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai - nilai yang dipercaya. Ini merupakan motivasi yang bisa membuat seseorang memiliki Disiplin Positif karena bersifat internal. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya melakukannya?
 
5 POSISI KONTROL
Keyakinan Kelas
Salah satu bentuk pengembangan budaya positif di sekolah adalah pembentukan Keyakinan Kelas. Keyakinan kelas ini merupakan kesepakatan yang disusun secara bersama sama dengan musyawarah mufakat antara guru dan siswa anggota kelas. Dengan pembuatan keyakinan kelas, mengajarkan kolaborasi antara Guru dan siswa, mengemukakan pendapat dan meningkatkan kesadaran siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam melaksanakan peraturan yang ada di kelas atau sekolah.
Dari Kegiatan pembentukan keyakinan kelas yang dilakukan pada kelas X Desain Komunikasi Visual membuat saya sebagai pengajar menjadi lebih dekat dengan siswa dan bahagia dengan antusias siswa untuk mengemukakan ide dan gagasan demi kemajuan kelasnya.
REFLEKSI
Banyak hal yang saya pahami pada modul 1.4, disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Dari pemahaman ini yang menarik bagi saya adalah bagaimana saya sebagai seorang pengajar harus berbuat dan bertindak jika terjadi pelanggaran kedisiplinan. Ternyata, tidak selalu hukuman bisa mengontrol perilaku murid. Dari materi modul 1.4, saya merasa masih perlu mengembangkan dan memperbaiki proses restitusi yang saya lakukan. Restitusi yang sudah saya lakukan sebelumnya adalah menvalidasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan. Dan dari modul ini saya memahami bagaimana menstabilkan identitas agar siswa tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tapi lebih menyadari kesalahan untuk memperbaikinya.
Dari pemahaman tentang POSISI KONTROL, saya merasa terbuka pemikiran saya bahwa saya sebagai Guru, perlu lebih menerapkan posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manager, yang ternyata lebih efektif untuk menyelesaikan permasalahan siswa. Sebelumnya saya menjadi penghukum dan pemantau, namun tidak memberikan hasil yang maksimal. Dengan posisi kontrol sebagai teman, pemantau dan manager, disamping tidak menghakimi siswa tapi juga membuka kesadaran diri siswa untuk menyadari kesalahannya dan mencari solusi atas kesalahan yang dilakukan . Permasalahan yang terjadi lebih terselesaikan dengan baik.
Di kelas, sebelumnya saya pernah melakukan kesepakatan kelas, namun setelah memahami modul 1.4, kesepakatan kelas yang awalnya belum menampung seluruh aspirasi siswa, sekarang sudah dapat menemukan kesepakatan yang murni dari aspirasi dan diterima oleh seluruh siswa di dalam kelas. (Kegiatan pelaksanaan sudah dijelaskan sebelumnya)
Budaya positif di sekolah, memang tidak bisa dilakukan secara individu saja. Namun perlu kerjasama dari seluruh warga sekolah. Baik Guru yang berperan sebagai walikelas, Guru Piket, Guru mata pelajaran, Stafv kesiswaan, Waka ataupun Kepala sekolah. 
Dengan kolaborasi yang baik antara warga sekolah, maka budaya positif akan lebih mudah untuk diterapkan. 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA
Demikian artikel saya, semoga bermanfaat bagi Anda semua ***






Komentar
Posting Komentar